ANTIHISTAMIN

Hasil gambar untuk gambar antihistamin



 PENGERTIAN ANTIHISTAMIN 
             Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. 
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

 
MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN
1.  Antihistamin (AH1) non sedatif.
a.    Terfenidin
           Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b.     Astemizol 
            Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c.    Mequitazin
            Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d.    Loratadin 
            Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2.    Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
a.  Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
b.  Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c.  Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d.  Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
PENGGUNAAN UMUM
            Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis, antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
 Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut:
1.      Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2.      Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3.      Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4.      Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5.      Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6.      Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7.      Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.      Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN
AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus).
Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
 Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.

            Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

 FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
 Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
MEKANISME KERJA
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal
 2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH 1.
EFEK SAMPING
            Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. 
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.
a.         Antagonis reseptor H1
·           Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg
·           Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.
·           Metildifenhidramin :  Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih kuat.
Dosis :  oral 3 kali sehari 20 – 40 mg.
·           Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
·           Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy
Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg
·           Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg
·           Klorfenamin :  (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)
adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan  khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah.  Efek sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10 mg.
·           deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)
adalah  d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang terutama  bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
·           Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
·           meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat, tetapi berlangsung lama (9 – 24 jam).  Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini dilarang penggunaannya di Indonesia.  Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.
·           Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya. Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan  vasodilator-vasodilator lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali sehari 75 mg
·           primatour  (ACF)
adalah  kombinasi  dari sinarizin 12,5  mg  dan  klorsiklizin  HCl  25  mg. Preparat ini adalah kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat,   yaitu ¼ sampai ½ jam dan berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.
·           Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 – 40 mg seharinya
·           Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika) dan zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 – 50  mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat badan.
·           promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan dimenhidrinat,   tetapi tanpa efek menidurkan.
·           Thiazinamium : Multergan (Specia)
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.
·           Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran), sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
·           Mebhidrolin  : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifat-sifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya
b.        Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c.         Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d.        Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan  pasien tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H‑­1 secara topical golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai struktur yang mirip( aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat antidepresan  obat anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.

PERTANYAAN 
1. Apa itu efek anti kolinergik?
2. Apa yang dimaksud dengan efek vasopressor dari epinephrine? 
3. apa perbedaan dari Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine ?
            4. apa perbedaan reseptor H1,H2,H3?

Komentar

  1. Malam okta,saya akan coba menjawab nmbr 1 , efek antikolinergik pada sistem pernafasan adalah relaksasi dari otot polos bronkus yang akan mengurangi resistensi jalan nafas dan meningkatkan ruang rugi anatomi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju pendapat kak gebi

      bahwasanya dapat juga jelaskan ,Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat ini antara lain digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan mengendurkan otot-otot saluran napas.

      Hapus
  2. nmr 2
    mnrt artikel yg saya baca
    Efek hemodynamic vasopressor terjadi setelah interaksi melalui reseptor di jantung dan pembuluh darah. epinephrine. disebut adrenomimetic.

    BalasHapus
    Balasan
    1. juga akan menahan cairan tetap berada di dalam tubuh dan menyempitkan pembuluh darah

      Hapus
    2. saya ingin menambahkan, Epinefrin meningkatkan aliran darah koroner. Di satu pihak Epinefrin cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot jantung, dan karena vaso-konstriksi pembuluh darah koroner akibat efek reseptor α.

      Hapus
  3. Hai okta
    Terkait pertanyaan no 4,
    -Reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial
    -Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    -Reseptor H3
    Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat kak shindi, dan saya akan menambahkan untuk reseptor H2 Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung. dan untuk Reseptor H3 Tidak seperti antagonis H1 yang menimbulkan efek sedatif, antagonis H3 menyebabkan efek stimulant dan nootropic .

      Hapus
  4. nmr 3 mnrt saya sama2 menyebabkan efek smpingnya rasa kantuk

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan jawaban nurhasanah, namun saya akan menambahkan sedikit jawabannya

      Diphenhydramine adalah salah satu antihistamin yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan flu, misalnya hidung mampet atau beringus, bersin-bersin, mata berair, mata atau hidung yang gatal.

      chlorpheniramine adalah antihistamin generasi pertama yang digunakan dalam pencegahan gejala kondisi alergi seperti rhinitis dan urtikaria . Efek sedatifnya relatif lemah dibandingkan antihistamin generasi pertama lainnya.

      Brompheniramine adalah obat untu mengatasi gejala alergi seperti hay fever, pruritus, urtikaria.

      Hapus
    2. Selain itu perbedaan terlihat dari namanya yaitu dari gugus senyawa yang terdapat di dalamnya, brompheniramine mengandung gugus brom (salah satu gugus halogen golongan VII A), chlorpeniramine mengandung gugus Cl yang juga merupakan salah satu gugus halogen, dan dipenhydramine memiliki 2 struktur benzena (di-)

      Hapus
    3. saya setuju dengan jawaban kak ana sebagian besar antihistamin menyebabkan mengantuk

      Hapus
    4. saya setuju dengan jawaban kk semua, karena efek dari antihistamin menyebabkan ngantuk, dan juga perbedaannya terletak dari struktur pada masing2 obar

      Hapus
    5. ya, saya juga sependapat, dimana ketiga obat itu tergolong dalam AH1 generasi pertama yang dapat menyebabkan kantuk

      Hapus
  5. Pertanyaan no.1
    obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor asetilkolin disebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik. Nama lain untuk asetilkolinergik adalah agen-agen penghambat kolinergik, agen-agen antiparasimpatik, agen-agen antimuskarinik, atau antispasmodik.

    Daftar Pustaka
    Kee, J. L. dan E. R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ingin menambahkan jawaban dari bang Eko ,Obat Kolinergik. Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya.

      Hapus
  6. Pertanyaan no. 1. Efek antikolinergik adalah efek yang dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf manusia.

    BalasHapus
  7. 1. Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat ini antara lain digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan mengendurkan otot-otot saluran napas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya setuju dengan pendapat yanti, karena antikolinergik bekerja menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin

      Hapus
  8. saya akan menambahkan
    reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial
    -Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    -Reseptor H3
    Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    BalasHapus
  9. menambahkan jawaban anti kolinergik yaitu menurut saya adalah efek yang dapat mempengaruhi segala aktifitas sistem saraf

    BalasHapus
  10. 2. Efek vasopressor menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah. Golongan ini memiliki efek farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok anafilaktik, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi pembuluh darah diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah ke organ-oragn vital seperti jantung dan otak.

    BalasHapus
  11. Pertanyaan no. 1.
    Adapin efek antikolinergik yaitu efek yang dapat menimbulkan atau mempengaruhi fungsi sistem saraf manusia.

    BalasHapus
  12. 1. Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat ini antara lain digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan mengendurkan otot-otot saluran napas.

    BalasHapus
  13. saya akan coba menjawab nmbr 1 ,
    efek antikolinergik pada sistem pernafasan adalah relaksasi dari otot polos bronkus yang akan mengurangi resistensi jalan nafas dan meningkatkan ruang rugi anatomi.

    BalasHapus
  14. pertanyaan no 1
    obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor asetilkolin disebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik. Nama lain untuk asetilkolinergik adalah agen-agen penghambat kolinergik, agen-agen antiparasimpatik, agen-agen antimuskarinik, atau antispasmodik.

    BalasHapus
  15. untuk jawaban nomor 4.
    AH1 digunakan untuk mengatasi reaksi alergi
    AH2 digunakan untuk menurunkan asam lambung
    AH3 digunakan untuk produksi dan pelepaan histamin di SSP

    BalasHapus
  16. no 1
    efek antikolinergik pada sistem pernafasan adalah relaksasi dari otot polos bronkus yang akan mengurangi resistensi jalan nafas dan meningkatkan ruang rugi anatomi.

    BalasHapus
  17. no 1
    Antikolinergik adalah obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin.

    BalasHapus
  18. saya akan menambahkan Reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial.

    Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    BalasHapus
  19. Haii kakak,saya juga akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 4,menurut saya:
    ReseptorH1,biasanya banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial
    ReseptorH2,pada umumnya Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    Reseptor H3,biasanya Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    BalasHapus
  20. 1.Obat antikolinergik adalah obat yang mempengaruhi fungsi persarafan. Di dalam tubuh manusia terdiri dari beribu-ribu sel saraf. Sel saraf satu dengan yang lainnya berkomunikasi melalui zat yang disebut sebagai neurotransmitter. Terdapat berbagai jenis neurotransmitter tergantung pada jenis sel sarafnya. Salah satu neurotransmitter utama di tubuh kita adalah asetilkolin.

    BalasHapus
  21. Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat ini antara lain digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan mengendurkan otot-otot saluran napas.

    BalasHapus
  22. Saya akan membantu menjawab pertanyaan nmr 4
    -Reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial
    -Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    -Reseptor H3
    Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    BalasHapus
  23. Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat ini antara lain digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan mengendurkan otot-otot saluran napas.

    BalasHapus
  24. No 1
    parasimpatikolitik melawan khasiat asetilkolin dengan jalan menghambat terutama reseptor-reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer. Zat-zat ini tidak bekerja terhadap reseptor nikotin, kecuali zat ammonium kwartener yang berdaya ringan terhadapnya. Misalnya  relaksasi otot pankuronium dan vekuronium serta ganglion-blockers yang terutama menghambat reseptor-N di pelat ujung myoneural dan di ganglia otonom.

    BalasHapus
  25. saya akan mencoba menjawab soal no. 4
    1. AH2 : Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin dan asetilkolin. Antagonis H2 menghambat secara langsung kerja histamine pada sekresi asam (efikasi intrinsik) dan menghambat kerja potensiasi histamin pada sekresi asam, yang dirungsang oleh gastrin atau asetilkolin (efikasi potensiasi). Jadi histamin mempunyai efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi, sedang gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi potensiasi. Hal ini berarti bahwa hanya yang dapat meningkatkan sekresi asam, sedang gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkan sekresi asam karena factor efek potensiasinya dengan histamin
    2. AH1 : Antagonis-H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin-H1, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1
    3. AH 3: Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.Tidak seperti antagonis H1 yang menimbulkan efek sedatif, antagonis H3 menyebabkan efek stimulant dan nootropic dan sedang diteliti sebagai obat Alzheimer
    dan tambahan untuk AH4
    4. AH 4: Dijumpai pada sel-sel inflammatory (eusinofil, neutrofil, mononukleosit). diduga terlibat dalam alergi bersinergi dengan reseptor H1. Masih merupakan target baru obat anti inflamasi alergi karena dengan penghambatan reseptor H4 maka dapat mengobati alergi dan asma (sama dengan reseptor H1)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer